1 ; — Escape // 탈출 —
Gadis itu —Eden— terduduk disebuah kursi panjang kayu di depan sebuah café, di pinggir jalan kota London. Orang dan bis tingkat yang lalu-lalang di hadapannya bukan pusat atensinya. Menurutnya, sebilah road pole di hadapannya lebih menarik untuk dijadikan objek. Ia berkali-kali memperhatikannya, menyipitkan matanya, lalu melihat peta yang tergambar di layar ponsel pintarnya. Sesekali ia mengacak rambutnya frustasi dan merapalkan segala kata dengan asal.
Eden lalu membuka aplikasi musik dan memutar sebuah
lagu. Cerobohnya, ia lupa memasukkan
plug earphone ke handphone-nya. Jadilah, lagu itu terputar
kencang dari ponselnya. Ia buru-buru
menghentikannya sambil
tersenyum bodoh dan
menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan apakah ada yang memperhatikannya.
Karena itu, seorang pria yang duduk di café outdoor
memperhatikannya sinis. Wajahnya tertutup masker, rambutnya tertutup hoodie,
dan kulitnya tertutup lengan jaket. Menyadarinya, Eden segera menoleh ke
belakang, mencari sosok makhluk yang memperhatikannya sedari tadi. Namun ia
mengangkat alisnya, bulu kuduknya berdiri, pria itu tak lagi di sana.
***
“Kau ini,
jaga matamu! Seperti tidak pernah melihat perempuan saja. Kalau tidak cepat
kabur kita kan bisa ketahuan, paboya,”
ujarnya dengan suaranya yang agak melengking. Ya, memang benar katanya itu.
“Ya ...
Mianhae, habisnya aku melihat ia menggaruk kepalanya seperti itu. Kalau
rambutnya berkutu aku kan bisa ketularan, Joon.”
“Hah, sudahlah. Lebih baik kita kembali ke hotel
sebelum yang lain mencari kita.”
Tanpa menjawabnya, aku lalu menghidupkan radio dan
memutar lagu “Rockstar” milik 21savage dan Post Malone, salah satu lagu
kesukaan Joon. Ia yang duduk di sampingku lalu tertawa dan bergumam kecil
menyanyikannya. Aku lalu menancap gas dan mengarahkan mobil ini ke hotel di
atas jalanan London yang ramai tapi teratur.
Satu hal yang
tak bisa hilang dari kepalaku, gadis di kursi tadi. Ia memutar mixtape-ku, Airplane. Apa dia penggemarku?
—TBC.
Komentar
Posting Komentar